Kolom Gus


Edit

Pangerten

20 Desember 2013 lalu bertepatan dengan 10 tahun saya mempersunting putri Gus Mus yang ke-3. Dalam rentang 10 tahun itu saya merasa tidak pernah dimarahi/didawuhi. Entah memang seperti itu atau memang karena saya bebal tak memahami bahasa beliau yg sering lebih banyak menggunakan bahasa kiasan.

Kecuali sekali, waktu itu mbah Maftuh Basuni mantu. Kami semua diundang ke Jakarta berombongan naik kereta. Pulang dari Jakarta juga naik kereta. Dan kami harus berpisah dengan rombongan karena saya naik kereta jurusan Surabaya dan abah mertua sekeluarga naik jurusan Semarang. Namun karena waktunya tak terpaut jauh kami berangkat bersama-sama menuju Stasiun Gambir.

Sampai di Stasiun Gambir ini Abah Mustofa memerintahkan semua tas rombongan dikumpulkan untuk kemudian meminta tolong kuli angkut untuk membawakan ke ruang tunggu pemberangkatan. Sesuai perintah semua tas dikumpulkan, kecuali tas saya dan keluarga karena saya pikir kami beda jurusan hingga hawatir nanti malah terangkut rombongan ke Semarang.

Melihat saya membawa sendiri tas koper saya, Abah marah besar dan inilah satu-satunya amarah Abah Mertua kepada saya, beliau berkata,

"Ini bukan masalah kamu kuat membawa sendiri kopermu, juga bukan masalah ngirit uang, tapi lihatlah kuli-kuli itu, dia bukan maling, dia jadi kuli angkut itu untuk mencari rizki halal. Kalau semua orang berpikiran seperti mu, bagaimana nasib mereka itu? Jadi manusia itu harus PANGERTEN, menghargai upaya orang, jangan egois."

SubhanaLLah, saya tak pernah berfikiran sejauh itu, tapi dawuh beliau menyadarkan saya. Saya masih belum bisa memanusiakan sesama.

Penulis:
Achmad Shampton Masduqie