Nasihat Kyai


Edit

KH Miftahul Lutfi Muhammad al Mutawakkil: Niat

وَ عَنْ أمِيْر المُؤمنينَ أبي حَفْص عمرَ ابنِ الخطّابِ رضي الله عنه قال: سمعتُ رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول: {إنّما الأعمال بالنِيات و إنّما لكلّ امرئ ما نوى, فمن كانت هجرته إلى الله و رسوله, فهجرته إلى الله و رسوله, و من كانت هجرته لدنيا يصيبها أو إلى امرأة ينكحها فهجرته إلى ما جر إليه (متفق عليه)

Dari Amirul mukminin Abu Hafsh Umar bin Khaththab ra, ia berkata, "Saya mendengar Rasulallah saw bersabda,

"Sungguh amal perbuatan itu [tergantung] pada niat-[nya]. Dan sungguh segala [amal perbuatan] seseorang itu [berdasarkan pada] apa yang telah [menjadi] niat-[nya]. Barang siapa hijrahnya kepada Allah dan rasul-Nya, maka hijrahnya tertuju kepada Allah dan rasul-Nya. Dan barabg siapa yang hijrahnya untuk kepentingan dunia yang diharapkannya atau perempuan yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya mendapatkan segenap apa yang telah menjadi niatnya."

(H.R. Bukhari & Muslim, muttafaqun ‘alaih, Kitab Arba'in Nawawiyah, No. 1)

Makna Bahasa

Niat atau an-niatu adalah jamak dari niyyatun, yang artinya "tujuan". Secara bahasa adalah tergeraknya hati menuju apa yang dianggapnya sesuai dengan tujuan baik berupa perolehan manfaat atau pencegahan madlarat. Adapun secara syara' dipahami sebagai kehendak kepada perbuatan dalam rangka mencari ridla-Nya dan mematuhi segenap hukum-Nya.

Hijrah atau al-hijrah (الهجرة ) berasal dari kata al-hajru (الهجر) adalah meninggalkan suatu tempat menuju tempat lain, guna mendapatkan keamanan dan kesejahteraan dalam kehidupan ini. Sebagai upaya di dalam menegakkan dinullah dalam rangka mengingkari setiap kejadian yang bertentangan dengan neraca syari'at.

Dunia atau ad-dunya (الدنيا) berasal dari kata ad-dunuwwu (الدنوّ), yang artinya "dekat". Hal ini difahami bahwa hidup di dunia itu waktunya sangat temporal. Adapun hidup yang kekal adalah di negeri akhirat. Maka, negeri akhiratlah yang sebenarnya menjadi masa depan kita.

Kedudukan Hadits

Kedudukan hadits ini adalah shahih lagi masyhur. Keshahihannya telah disepakati oleh Imam Bukhari dan Imam Muslih (muttafaqun ‘alaih). Hadits ini termasuk hadits yang penting. Ia merupakan pokok dalam dinul Islam, dan kepadanya bermuara seluruh hukum syariat. Seperti dikatakan oleh para ulama', sebut saja Imam Abu Daud ra, ia mengatakan, "Hadits ini setengah dari Islam. Sebab, agama itu terbagi dengan yang tampak, yakni amal; dan yang batin, yakni niat."

Sedangkan Imam Syafi'i ra dan Imam Ahmad ra berkomentar,

"Hadits ini merupakan sepertiga ilmu. Sebab, seorang hamba akan mendapatkan pahala berkat perbuatan hati, lisan, dan anggota badannya; dan niat dilakukan dalam hati yang merupakan salah satu di antara yang tiga. "Maksud sepertiga ilmu menurut Imam Baihaqi ra, bahwa amalan hamba itu dilakukan oleh hati, lidah, dan anggota badannya. Maka, niat merupakan salah satu dari ketiga kategori itu dan merupakan kategori amalan yang paling utama. Karena ia merupakan ibadah yang berdiri sendiri. Sedangkan amalan lain memerlukannya. Karena itu, dikatakan, "Niat seorang mukmin itu lebih baik daripada amalnya."

Imam Abu Ubaidah ra berkomentar,

"Tidak ada kandungan hadits-hadits Nabi saw yang faedahnya lebih luas dan lebih banyak ketimbang hadits ini."

Para ulama salaf, seperti Imam Bukhari ra dan Imam Nawawi ra di setiap menulis kitabnya selalu mendahulukan hadits ini. Hal itu mengandung maksud agar menjadi pengingat betapa sangat pentingnya kedudukan niat di setiap amal perbuatan.

Kunci Kata

إنّما الأعمال بالنيات

"Sungguh segenap amal itu [tergantung] pada niat-[nya]"

(H.R. Bukhari & Muslim, muttafaqun ‘alaih, Kitab Arba'in Nawawiyah, No.1)

Niat memegang peranan penting di dalam kehidupan seorang hamba. Suatu amal diterima di sisi-Nya karena niat yang benar. Sebaliknya, apabila niatnya salah, maka amal perbuatannya menjadi tertolak di sisi-Nya.

Karenanya, seorang muslim untuk mendapatkan kehidupan yang berkah hendaknya di dalam beramal harus memenuhi 3 hal pokok:

  • Niatnya harus benar,
  • Caranya harus benar,
  • Akibat, dampak, dan pengaruhnya harus benar.

Jika ketiga hal tersebut telah terpenuhi, maka perbuaan yang dilakukannya akan membawa keberkahan. Jika salah satu dari ketiganya tidak ada, maka lebih baik ditinggalkan semata mencari ridla-Nya.

Dikisahkan, ada seorang pemuda yang sangat mencintai Ummu Qa'is. Ummu Qa'is adalah seorang gadis Makkah yang menyertai hijrah Nabi saw ke Madinah. Di Makkah ia sangat dicintai oleh seorang pemuda setempat. Karena dorongan cinta yang kuat, maka si pemida itu ikut hijrah ke Madinah.

Demikianlah, sebab-sebab keluarnya hadits tentang niat (asbabul wurud) di atas. Maka, akhirnya pemuda itu benar-benar menikahi Ummu Qa'is.

Pemahaman Hadits

Disyariatkannya Niat

Para ulama bersepakat bahwa amal yang dilakukan oleh seseorang mukallaf yang mukmin tidak dipandang mempunyai nilai ibadah dan tidak akan mendapat pahala, kecuali didasarkan atas niat. Pada ibadah yang bersifat pokok, seperti: shalat, haji, puasa, semua rukunnya tidak sah melainkan dengan niat. Menurut Imam Abu Hanifah ra, "Niat sebagai syarat kesempurnaan untuk mendapatkan pahala." Sedangkan menurut Imam Syafi'I ra, "Niat merupakan syarat sahnya ibadah, maka tidak sah semua ibadah sarana tersebut, kecuali dengan niat."

Waktu & Tempat Niat

Waktu niat adalah pada awal ibadah, seperti pada takbiratul ihran pada shalat, dan saat ihram ketika haji. Sedangkan pada ibadah puasa, maka cukup mencamkan niat sebelumnya karena sulitnya memantau terbitnya fajar.

Tempat niat adalah hati. Dan boleh diucapkan melalui lisan jika disertai dengan hadirnya niat dalam hati. Karenanya, dihukumi sunnah jika hal itu dapat membantu hati dalam mengahdirkannya. Namun yang utama adalah tidak perlu untuk diucapkan.

Disyaratkan menentukan niat untuk membedakan suatu ibadah dari ibadah yang lainnya. Maka, tidak cukup meniatkan shalat, tetapi harus menentukan niat shalat dhuhur misalnya untuk membedakan dari shalat ashar begitu seterusnya.

Terkandung Isyarah

Hadits ini menjelaskan sebuah pemahaman bahwa barang siapa yang berniat melakukan suatu amal saleh, lalu terdapat halangan padanya yang secara syara' tidak dapat dihindarkannya, seperti sakit, wafat, dan yang lainnya, maka ia tetap akan mendapat pahala.

Memotifasi Untuk Berperilaku Tulus

Hadits ini menjadi Motivasi Kecerdasan (Motivation Quotient) kepada segenap komunitas muslim, agar di kehidupannya senantiasa memiliki ketulusan niat di dalam menetapakan niatnya kepada Allah azza wa jalla. Sebab suatu amal perbuatan akan tertolak di sisi-Nya jikalau di dalam berniat telah menduakan-Nya. Seperti diterangkan dalam sebuah hadits,

عن النبي صلى الله عليه و سلم قال: قال الله تبارك و تعالى: {أنا أغنى الشركاء عن الشرك, من عمل عملا أشرك فيه غيري, فأنا بريء منه} (رواه مسلم)

Dari Rasulullah saw bersabda, telah berfirman Allah tabaraka wa ta'ala, "Aku adalah Dzat yang tidak ada sekutu. Maka barang siapa melakukan suatu perbuatan yang disertai niat ganda, maka Aku memutuskan hubungan daripadanya." (H.R. Muslim).

Juga dalam hadits yang lain diterangkan oleh Nabi saw,

و عن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال: {من سمّع سمّع الله به, و من رأى رأى الله به} (رواه البخرى و مسلم)

Dari Rasulullah saw telah bersabda, "Barang siapa [melakukan perbuatan supaya] didengar [orang], maka Allah [akan memperdengarkan aib] yang ada padanya. Barang siapa [melakukan amal perbuatan karena] pamer, [niscaya] Allah [akan memperlihatkan aib] yang ada padanya." (H.R. Bukhari & Muslim).

Menetapkan Prinsip Ibadah

Telah menjadi prinsip di dalam dinul Islam, bahwa setiap amal yang baik lagi bermanfaat apabila disertai dengan keikhlasan dan mengharap ridla-Nya, maka ia akan diberi niali ibadah.

Membangun Manajemen Diri

Niat di kehidupan seorang muslim mendorong lahirnya kemauan (force of character) untuk melakukan perubahan perilaku, hingga akhirnya memiliki sebuah kemampuan (ability). NIat yang bagus lagi benar akan menjadikan seseorang memiliki Manajemen Diri yang baik; insya Allah.

Kekuatan Dari Dalam

Di dalam kehidupan seoarang muslim mukmin, niat merupakan kekuatan dari dalam yang memiliki kekuatan mengubah, sangatlah dahsyat. Karenanya, alfaqir mendefinisikannya sebagai inner strong intention, yaitu kekuatan yang kuat yang berasal dari dalam diri seseorang.

Bagi seorang muslim mukmin, niat merupakan daya dorong yang hebat guna menjadikan diri dan kepribadian seseorang itu melakuakan perubahan perilaku dan pembelajaran sifat (behavior transformation and character learning). Sebab niat sebuah ibadah dapat dibedakan dengan adat kebiasaan. Dan sebab niat pula, seorang muslim mukmin dapat mencapai batas mana pun yang dapat dicapai oleh sebuah amalan.

Penulis:
KH. Miftahul Lutfi Muhammad al Mutawakkil

Pengasuh Ma'had Tee Bee Tambak Bening Surabaya. Artikel dikutip dari Buletin Nasional al-Fath alfath18@yahoo.com