Artikel Keislaman


Edit

Rukun puasa

Rukun puasa adalah sebagai berikut:

  1. Niat yang sungguh-sungguh untuk berpuasa setiap malam; dan disunnatkan berniat untuk berpuasa satu bulan pada malam pertama bulan Ramadlan.

    Sesungguhnya niat itu adalah ibadah kepada Allah, dan dapat menampakkan apa yang ada dalam hati, maka yang rational adalah bahwa sesungguhnya persiapan untuk berpuasa dan berazam untuk menunaikannya adalah ikrar yang cukup terhadap kesenangan yang dikuatkan dan niat yang dikokohkan.

    Para imam yang terkenal telah bersepakat atas kewajiban niat pada puasa Ramadlan, karena puasa Ramadlan itu tidak sah kecuali dengan niat.

    Menurut Imam Malik, Syafi'i dan Hambali, niat itu harus diletakkan pada malam hari, berbeda dengan Imam Hanafi.

    Rasulullah saw. bersabda:

    مَنْ لَمْ يُبَيِّتِ النِّيَّةَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلاَ صِيَامَ لَهُ .

    "Barangsiapa yang tidak berniat di malam hari sebelum fajar, maka sama sekali tidaklah puasa itu sah baginya".

    Tempat niat itu adalah dalam hati; sedang niat yang diucapkan adalah:

    نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ اَدَاءِ فَرْضِ رَمَضَانَ هذِهِ السَّنَةِ لِلّهِ تَعَالَى

    "Saya berniat puasa besok pagi karena menunaikan kewajiban puasa Ramadlan tahun ini, karena Allah ta'ala", dan disunnatkan untuk mengucapkan:

    اِيْمَانًا وَاحْتِسَبًا لِوَجْهِ اللّهِ الْكَرِيْمِ

    "karena iman dan mengharapkan pahala, karena ridla Allah Yang Maha Mulia".

    Niat yang paling sedikit adalah:

    نَوَيْتُ صَوْمَ رَمَضَانَ

    (Saya berniat puasa Ramadlan).

    Para imam madzhab berbeda pendapat mengenai waktu niat. Imam Malik, Imam Syafi'i dan Imam Ahmad bin Hambal berpendapat bahwa waktu niat pada puasa Ramadlan adalah antara terbenam matahari sampai terbit fajar kedua.

    Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa niat itu boleh di waktu malam hari. Dan jika seseorang tidak berniat di waktu malam, maka boleh berniat di waktu pagi hari sebelum dhuhur.

  2. Meninggalkan hal-hal yang membatalkan puasa, yaitu makan, minum dan hubungan sexual.

    Para imam madzhab telah bersepakat bahwa barang siapa yang bangun di waktu pagi dalam keadaan junub, maka puasanya tidak batal; tetapi wajib atasnya mandi, agar shalatnya shubuh tidak ketinggalan. Yang dimaksud dengan bangun pagi tersebut adalah sebelum subuh.

    Pada waktu ada udzur, sebagian ulama' ada yang memberi keringanan boleh mandi sebelum waktu dhuhur.

    Menurut Imam Hanafi, Syafi'i dan Hambali, puasa seseorang itu batal, apabila orang yang junub tersebut sampai waktu tenggelam matahari belum mandi. Sedang menurut Imam Malik, tidak batal puasanya.

Berbuka puasa

Disunnatkan cepat-cepat berbuka puasa, manakala seseorang yang berpuasa telah yakin akan terbenam matahari; dan hendaklah ta'jil dengan kurma atau air, kemudian mengucapkan doa berikut:

اَللّهُمَّ لَكَ صُمْتُ ، وَبِكَ آمَنْتُ ، وَعَلَى رِزْقِكَ اَفْطَرْتُ ، فَتَقَبَّلْ مِنَى اِنَّكَ اَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ .

"Ya Allah, untuk-Mu saya berpuasa, kepada-Mu saya beriman, dan pada rizki-Mu saya berbuka; maka terimalah puasa dariku; sesungguhnya Engkau adalah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui".

Adalah Rasulullah saw. membatasi diri dalam berbuka dengan sedikit air dan kurma, kemudian menunaikan shalat maghrib; dan berbuka pada waktu yang lapang dengan makanan yang sedang.

Untuk mengikuti Rasulullah saw. , maka disunnatkan berbuka dengan makanan dan minuman jangan sampai kenyang, sehingga nafsu syahwat tidak menjadi kuat yang menyebabkan lemah mela-kukan ibadah. Karena bukanlah tujuan berbuka itu untuk makan dan minum dengan berba gai macam makanan dan minuman serta memenuhi perut dengan apa saja yang dapat merusak dan memadati perut. Sesungguhnya Allah swt. bermaksud dengan puasa terse but adalah untuk mengendalikan dan memaksa nafsu, tanpa harus menganiaya dan menyiksanya.

Makan sahur

Disunnatkan mengakhirkan makan sahur selama tidak terletak pada waktu yang meragukan, karena telah datang keterangan bahwa Rasulullah saw. bersabda:

عَجِّلُوْا الإِفْطَارَ وَاَخِّرُوْا السَّحُوْرَ

"Cepat-cepatlah berbuka dan akhirkanlah makan sahur"

Rasulullah saw. bersabda:

اِسْتَعِيْنُوْا بِطَعَامِ السَّحُوْرِ عَلَى صِيَامِ النَّهَارِ وَبِالْقَيْلُوْلَةِ عَلَى قِيَامِ اللَّيْلِ

"Minta tolonglah kamu sekalian dengan makan sahur untuk puasa di siang hari dan dengan tidur sebentar untuk shalat malam".

Rasulullah saw. bersabda:

لاَ تَزَالُ اُمَّتِى بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوْا الْفِطْرَ وَاَخَّرُوْا السَّخُوْرَ .

"Tiadalah henti-hentinya ummatku dalam kebaikan, selama mereka cepat-cepat berbuka dan mengakhirkan makan sahur".

Rasulullah saw. bersabda:

تَسَحَّرُوْا فَاِنَّ فِى السَّحُوْرِ بَرَكَةً ، وَفَضْلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ اَهْلِ الْكِتَابِ اَكْلَةُ السَّحَرِ . رَوَاهُ الْخَمْسَةُ

"Makan sahurlah kamu sekalian, karena sesungguhnya dalam sahur itu terdapat barokah; sedang keutamaan yang ada di antara puasa kita dan puasa ahli kitab adalah makan sahur". HR. Lima orang ahli Hadits.

Imsak dan waktunya

Bagi orang yang berpuasa diperbolehkan makan dan minum mulai dari permulaan waktu maghrib sampai beberapa menit menjelang fajar shadiq. Waktu dari imsak (menahan diri dari hal-hal yang mem-batalkan puasa) ini adalah berdasar firman Allah dalam Al Qur'an surat Al Baqarah ayat 187:

. . . وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا حَتَّى يَتَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الاَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الاَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ . . . الآية

". . . makanlah dan minumlah kamu sekalian sehingga jelas bagi kamu sekalian benang yang putih dari benang yang hitam, yaitu fajar . . . "

Dan sah puasa orang yang berpuasa sejak dari waktu menahan diri dari makan dan minum sampai waktu berbukanya yang telah dibatasi, yaitu terbenam matahari.

Yang merusak atau membatalkan puasa

Hal-hal yang merusak atau membatalkan puasa adalah:

  1. Menyampaikan sesuatu dengan sengaja ke dalam rongga badan, seperti mulut, yang berlaku menurut adat kebiasaan dengan jalan makan, seperti memasukkan biji gandum, atau berobat melalui mulut seperti memasukkan ampo (tanah), atau berlezat-lezat melalui mulut seperti merokok. Dan tidak merusak puasa air liur yang masuk ke dalam rongga badannya dan tidak pula lalat atau nyamuk atau debu jalan atau tepung yang ditumbuk yang masuk ke dalam mulutnya, karena kesulitan menjaga diri dari hal-hal tersebut.
  2. Memasukkan sesuatu ke dalam rongga badan melalui mulut yang tidak berlaku menurut adat kebiasaan, dengan memakannya, atau berobat, atau berlezat-lezat dengan melalui mulut, seperti memasukkan adonan, kerikil dan minuman.
  3. Menyampaikan obat ke dalam otak kepala atau rongga badan selain mulut.
  4. Sesuatu yang masuk dengan sendirinya ke dalam rongga badan yang dapat dihindari, seperti air hujan.
  5. Muntah dengan sengaja dengan syarat air muntah itu memenuhi mulut.
  6. Bersetubuh dengan sengaja. Para imam madzhab empat telah bersepakat bahwa barangsiapa yang bersetubuh dengan sengaja sedangkan dia berpuasa pada bulan Ramadlan, maka dia adalah orang yang durhaka dan batal puasanya serta harus menahan diri dari hal-hal lain yang membatalkan puasa. Dan dia wajib membayar kafa rat besar, yaitu:
    1. Memerdekakan budak mu'min yang selamat dari cacad.
    2. Jika dia tidak mendapatkan budak tersebut, maka wajib melakukan puasa dua bulan berturut-turut selain meng qadla' hari yang telah dirusak.
    3. Jika dia tidak mampu berpuasa dua bulan berturut-turut, maka diawajib memberi makan 60 orang miskin; setiap orang miskin sebanyak satu mud (kati) dari bahan makanan yang biasa dimakan di tempat tinggalnya. Ini adalah menurut madzhab Syafi'i.

    Menurut madzhab Maliki, dia boleh memilih antara ketiga pekerjaan tersebut di atas.

    Menurut Imam Abu Hanifah:

    1. Wajib memerdekakan budak, meskipun bukan budak yang mu'min.
    2. Jika dia tidak mendapatkan budak, maka wajib berpuasa dua bulanberturut-turut. Jika dia tidak mampu berpuasa, maka dia harus memberi makan 60 orang miskin, atau memberi setiap orang fakir sebanyak setengah gantang dari gandum bur atau satu gantang dari gandum sya'ir,atau kurma. atau anggur kering, atau harganya.

    Menurut Imam Ahmad bin Hambal, memberi makan kepada 60 orang miskin itu tidak cukup, kecuali terdiri dari gandum bur, atau gandum sya'ir, atau kurma, atau anggur kering, atau susu bubuk, pada waktu mudah mendapatkannya.

  7. Mencium pada waktu berpuasa hukumnya adalah haram menurutkesepakatan para Imam Madzhab.  
  8. Maka barangsiapa yang mencium isterinya, kemudian keluar air madzinya, puasanya tidak batal menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Asy-Syafi'i. Menurut Imam Malik bin Anas, apabila keluar air madzinya dengan kelezatan yang biasa, maka batal puasanya. Sedang menurut Imam Ahmad bin Hambal, orang yang mencium isterinya dan keluar air madzinya, puasanya adalah batal.

  9. Andaikata seorang laki-laki memandang seorang perempuan dengan syahwat sehingga keluar air maninya, maka puasanya tidakbatal menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Asy Syafi'i. Menurut Imam Malik bin Anas, puasanya batal. Sedang munurut Imam Ahmad bin Hambal, jika memandang kepada perempuan itu dilakukan berulang-ulang sehingga keluar air maninya, maka puasanya batal; dan jika hanya keluar air madzinya, puasanya tidak batal.
  10. Sengaja mengeluarkan air mani dengan jalan bersetubuh atau bersentuhan, atau lainnya dengan sengaja, maka puasanya batal dan berarti melakukan ma'siat dan dosa besar.
  11. Tidak sadar, gila dan mabuk (sengaja membuat dirinya tidak sadar) adalah termasuk salah satu dari dosa-dosa besar yang tidak dapat ditebus kecuali dengan kafarat besar. Dan barangsiapa yangmemasukkan jarinya ke dalam duburnya, maka batal puasanya.

Pada umumnya, yang membatalkan puasa itu adalah ketiadaan penghormatan terhadap rukun-rukun puasa, dan membiarkan nafsu dalam menuruti keinginan-keinginannya seperti memandang dengan keinginan mencari kesenangan yang dapat mendatangkan keluar air mani; atau menjulur kan lidah kepada sesuatu yang dapat melunakkan keadaannya sebab kering atau haus. Haram mencium kepada selain anak kecil yang masih menetek; dan haram memasukkan sesuatu dari dua jalan. Makruh mencium bau-bauan yang harum yang dimaksudkan untuk bersenang-senang yang dapat menyegarkan dan memberi semangat kepada nafsu; dan juga makruh mengunyah apa saja yang dapat mengalirkan air liur.

Imam madzhab empat telah bersepakat bahwa se sungguhnya orang yang berpuasa yang tersalah lalu minum atau makan, atau melakukan pekerjaan-pekerjaan yang membatalkan puasa karena lupa, atau tanpa sengaja, maka puasanya tidak batal. Imam Malik berpendapat bahwa puasanya batal dan wajib mengqadla'. Nabi Mu-hammad saw. bersabda:

مَنْ اَكَلَ نَاسِيًا، اَوْ شَرِبَ نَاسِيًا وَهُوَ صَآئِمٌ فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ فَاِنَّمَا اَطْعَمَهُ اللّهُ وَسَقَاهُ .

"Barangsiapa yang makan dalam keadaan lupa, atau minum dalam keadaan lupa sedangkan dia berpuasa,ma kahendaklah dia menyempurnakan puasanya; karena sesungguhnya Allah memberi makan dan memberi minum kepadanya".

Rasulullah saw. juga bersabda:

اِذَا اَكَلَ الصَّائِمُ نَاسِيًا اَوْ شَرِبَ نَاسِيًا فَاِنَّمَا هُوَ رِزْقٌ سَاقَهُ اللّهُ لَهُ فَلاَ قَضَاءَ عَلَيْهِ وَلاَ كَفَّارَةَ .

"Apabila orang yang berpuasa makan dalam keadaan lupa atau minum dalam keadaan lupa, maka sesungguhnya hal itu adalah rizki yang diberikan oleh Allah kepadanya, sehingga tidak ada qadla' dan tidak pula ada kafarat atasnya".

Para ulama' telah bersepakat bahwa sesungguhnya orang yang makan sedangkan dia menyangka bahwa matahari telah terbenam, atau fajar belum terbit, kemudian ternyata sebaliknya, maka dia wajib mengqadla' puasanya.

Kafarat kubra itu tidak wajib kecuali sebab bersetubuh di siang hari bulan Ramadlan. Mengeluarkan air mani dengan cara lesbian hukumnya seperti jima' menurut Imam Ahmad bin Hambal. Dan barangsiapa berbuka puasa dengan sengaja dalam semua macam puasa, maka wajib baginya mengqadla'; dan tidak membayar kafarat kecuali dalam puasa Ramadlan menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Malik. Sedang menurut Imam As Syafi'i dan Imam Ahmad bin Hambal, sama sekali tidak ada qadla' bagi orang yang berpuasa sunnat apabila dia membatalkannya.

Sebab-sebab yang membolehkan tidak berpuasa

Barangsiapa yang diwajibkan berpuasa, maka tidak boleh baginya berbuka, kecuali sewaktu nyata-nyata ada udzur dari udzur-udzur berikut:

  1. Dikhawatirkan sebab berpuasa badannya akan tertimpa penyakit, atau penyakit yang telah diderita bertambah lama sembuhnya, atau anggauta badannya atau jiwanya akan hilang/rusak. Hal tersebut diketahui dari pemberi taan dokter muslim yang taa'at beragama, lagi cerdas; atau sebab pengalaman atau karena dugaan yang kuat.
  2. Bepergian jauh yang dibenarkan oleh syara'. Dalam hal ini ada yang mengatakan sejauh 85 km, ada yang mengatakan 98 km, dan ada pula yang mengatakan 114 km. Apabila orang yang bepergian jauhtersebut mulai berangkat dari rumahnya sebelum fajar (subuh), maka dia boleh berbuka puasa dan wajib mengqadla' pada hari-hari yang lain.

    Dalam surat Al Baqarah ayat 185Allah swt. berfirman:

    . . . وَمَنْ كَانَ مَرِيْضًا اَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ اَيَّامٍ اُخَرَ يُرِيْدُ اللّهُ بِكُمُ الْيًسْرَ وَلاَ يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ . . . الآية

    ". . . Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan, (lalu dia berbuka), (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari-hari yang dia tinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak meng hendaki kesukaran bagimu . . . "

  3. Orang yang umurnya terlalu tua yang tidak mungkin dapat melakukan puasa. Laki-laki dan wanita tua yang tidak mampu melakukan puasa, keduanya boleh berbuka puasa dan wajib keduanya membayar fidyah jika kedua nya memiliki kelapangan rizki; berdasarkan firman Allah dalam surat Al Baqarah ayat 184 yang antara lain berbunyi:

    . . . وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍ . . . الآية

    ". . . Dan wajib bagi orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin . . . "

  4. Wanita yang hamil atau meneteki anak, jika keduanya mengkhawatirkan kondisi fisiknya atau anaknya, maka keduanya boleh tidak berpuasa. Untuk kedua wanita ini, jika dia berbuka puasa karenamengkhawatirkan kondisi fisiknya sendiri, keduanya wajib mengqadla' puasanya saja tanpa membayar fidyah; sedang apabila keduanya berbuka puasa karena mengkhawatirkan kondisi anak nya, maka disamping berkewajiban mengqadla' puasa nya juga wajib membayar fidyah untuk setiap hari sebanyak satu kati dari bahan makanan.
  5. Rasulullah saw. bersabda:

    مَنْ اَفْطَرَ يَوْمًا مِنْ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ رُخْصَةٍ وَلاَ مَرَضٍ ، لَمْ يَقْضِهِ صَوْمُ الدَّهْرِ كُلِّهِ. (رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ)

    "Barangsiapa yang berbuka (tidak puasa) satu hari dari bulan Ramadlan tanpa ada keringanan dan tidak pula karena sakit, maka tidak dapat mengqadla' (membayar) puasa satu hari tersebut, puasa satu tahun seluruhnya" (HR At Tirmidzi)