Nasihat Kyai


Edit

KH. Marzuqi Mustamar: Bencana Bukan Karena Kemaksiatan Semata

Pada dasarnya bencana dapat dikelompokkan menjadi dua jenis. Pertama, murni kehendak Allah SWT, tanpa ada campur tangan manusia seperti kematian, atau pergeseran lempengan pembatas antar benua. Yakni bencana yang tergolong peristiwa dalam skala besar atau tidak dapat dijangkau kapasitas keilmuan manusia.

Kedua, kolaborasi antara kehendak Allah dan campur tangan manusia, baik berupa ujian, peringatan, atau bahkan menyentuh pada ranah adzab, tergaantung latar belakang terjadinya serta dalil yang dijadikan landasan penilaiannya.

Bencana dikatakan musibah bila menimpa orang beriman dan bertaqwa serta Allah menuerunkannya sebagai ujian. Karena pada umumnya ketika seseorang akan dianugerahi derajat tinggi Allah akan mendatangkan musibah untuk mneguji kapasitas kesabarannya.

Juga ada sebagian orang berbuat salah sedangkan untuk mencapai taraf benar ia butuh diperingatkan. Sementara untuk memperingatkan kesalahan hamba ada kalaanya Allah menurunkan bencana sebagai pembukti atas tindakan salah yang selamam ini ia lakukan. Dengan demikian ia dapat memperbaiki kesalahanya.

Ada sebagian balasan Allah atas kesalahan manusia diturunkan di dunia agar mereka mencicipi sedikit adzab sebelum merasakan balasan sesungguhnya di akhirat. Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah (QS. Ar Ruum : 30-31)

Oleh karena itu boleh saja menganggap bencana sebagai musibah, peringatan atau bahkan adzab Allah SWT atas kezaliman dan kemaksiatan yang dilakuakn manusia. Namun semua harus didasari dengan bukti baik berupa nash Al Quran dan hadits maupun hasil penelitian ilmiah.

Sedangkan asumsi yang menghubung-hubungkan trejadinya bencana di Indonesia dengan eskalasi kemaksiatan dalam jumlah besar tanpa meninjau factor lain secara ilmiah sangat sulit diterima, sebab seandainya dibenarkan seharusnya bukan Indonesia yang lebih dahulu didera bencana, karena masih ada Las Vegas, Hollywood, Inggris, Israel dan tempat lain yang lebih maksiat dan penduduknya lebih jahat dibanding rakyat Indonesia.

Dari pemahaman di atas sedikitnya ada dua poin penting yang harus diperhatikan dalam upaya meminimalisir terjadinya bencana.

Pertama, meningkatkan profesionalisme.

Sebagaimana sabda nabi Muhammad SAW: "idza wusida al amru ila ghairi ahliha fa intadziri as sa’ah".

Kedua, menanamkan sifat amanah dan ketulusan.

Tanpa sifat amanah berbagai tugas rawan dibelokkan dari tujuan asalnya apabila didapati keuntungan yang menjanjikan.

Oleh karena itu profesionalisme yang berdimensi keilmuan dan sifat amanah yang berdimensi spiritual agama harus diprioritaskan. Jika kedua-duanya belum dimiliki upaya untuk meminimalisir frekuensi bencana yang tidak diketahui garis finisnya dan memperbaiki kerusakan akan sia-sia.

Menghadapi kenyataan ini umat Islam seharusnya bersatu padu, meringankan beban sesame agar islam semakkin solid dan tidak mudah diadu domba. Sebab negara islam tidak akan mampu menjamin kedamaian rakyatnya jika mereka cerai berai. Bahkan saling bersaing dalam memaksakan keyakinanya pada orang lain.

Penulis adalah alumni PPSS Nurul Huda, saat ini menjadi Ketua Tanfidziyah PCNU Malang dan salah seorang pengasuh PP Sabilurrosyad Gasek Malang.