Artikel Keislaman


Edit

Puasa sunnat

Hari-hari yang mempunyai keutamaan khusus untuk melakukan puasa adalah:

  1. Hari 'Arafah.
  2. Hari 'Asyura'.
  3. Enam hari dari bulan Syawal sesudah 'Ied, karena perpisahan dengan Ramadlan.
  4. Hari Nisfu Sya'ban.
  5. Hari-hari putih, yaitu tanggal 13, 14, dan 15 Qamariyah setiap bulan, dan setiap hari Senin dan Kamis setiap minggu.

Hikmah puasa sunnat

  1. Hikmah puasa pada hari 'Arafah, ialah agar orang yang berpuasa itu memikirkan mereka yang sedang melaku kan wuquf di sebuah padang yang satu; mereka memba ca talbiyah memenuhi panggilah Allah dan mencari ampunan dan rahmat dari-Nya, sehingga orang yang berpuasa tersebut rindu untuk pergi ke tempat-tempat yang suci lagi disucikan. Dan dengan demikian dia akan bersekutu dengan orang-orang yang sedang melakukan ibadah haji dalam menerima pahala dan rahmat-rahmat yang turun kepada mereka, dan dengan ini orang yang berpuasa itu akan menerima pahala yang agung.

    Rasulullah saw. bersabda:

    صَوْمُ يَوْمِ عَرَفَةَ اَحْتَسِبُ عَلَى اللَهِ اَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهَا وَالّتِى بَعْدَهَا

    "Puasa hari 'Arafah itu aku berharap kepada Allah agar dapat menebus dosa dari tahun sebelumnya dan tahun se sudahnya".

  2. Adapun puasa hari 'Asyura', tanggal 10 bulan Muharram, adalah saat Allah swt. menolong Nabi Musa as. dapat menyeberangi laut merah sehingga selamat dari kejaran Fir'aun beserta pasukannya yang tenggelam di laut merah. Sehingga Nabi Musa as. bersyukur kepada Tuhannya atas pertolongan ini. Barangsiapa yang berpuasa pada hari 'Asyura', maka dia berserikat dengan Nabi Musa as. dalam bersyukur dan memperoleh pahala.

    Rasulullah saw. bersabda:

    وَصَوْمُ يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ اَحْتَسِبُ عَلَى اللّهِ اَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ

    "Puasa hari 'Asyura' itu aku berharap kepada Allah agar dapat menebus dosa dari tahun yang sebelumnya".

    Sabda Rasulullah saw. :

    صُوْمُوْا يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ ، وَخَالِفُوْا الْيَهُوْدَ ، صُوْمُوْا قَبْلَهُ يَوْمًا وَبَعْدَهُ يَوْمًا

    "Puasalah kamu sekalian pada hari 'Asyura', dan berbedalah kamu sekalian dengan orang Yahudi. Puasalah kamu sebelumnya satu hari dan sesudahnya satu hari".

  3. Adapun puasa enam hari dari bulan Syawal, maka keutamaannya adalah sebagaimana tersebut dalam hadits yang mulia, yangmenyatakan:

    مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ اَتْبَعَهُ بِسِتٍّ مِنْ شَوَّالٍ فَكَأَنَّمَا صَامَ الدَّهْرَ كُلَّهُ

    "Barangsiapa yang berpuasa Ramadlan, kemudian dia mengikutkan pada puasa Rammadlan tersebut dengan enam hari dari bulan Syawal, maka seolah-olah dia puasa dalam waktu satu tahun seluruhnya".

    Puasa enam hari di bulan Syawal ini, kedudukannya adalah seperti kedudukan shalat rawatib dari shalat fardlu; dan untuk membersihkan puasa Ramadlan dari kekurangan-kekurangan yang dilakukan oleh orang yang berpuasa.

  4. Adapun puasa pada tanggal 15 bulan Sya'ban, adalah berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Rasulullah saw. bahwa sesungguhnya beliau berpuasa pada bulan Sya'ban, seperti hadits berikut:
  5. اِنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللّهُ عَنْهَا قَالَتْ : " كَانَ رَسُوْلُ اللّهِ صلى الله عليه وسلم يَصُوْمُ حَتَّى نُقُوْلَ لاَ يُفْطِرٌ ، وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُوْلَ لاَ يَصُوْمُ ، فَمَا رَاَيْتُ رَسُوْلَ اللّهِ صلى الله عليه وسلم اِسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ اِلاَّ رَمَضَانَ، وَمَا رَاَيْتُهُ اَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِى شَعْبَانَ ".

    "Diriwayatkan dari Sayyidah 'A'isyah ra. katanya: "Adalah Rasulullah saw. berpuasa sehingga kami berkata "beliau tidak berbuka", dan beliau berbuka sehingga kami berkata "beliau tidak berpuasa". Dan aku tidak melihat Rasulullah saw. menyempurnakan puasa satu bulan kecuali bulan Ramadlan, dan aku tidak melihat beliau lebih banyak pua-sanya dari pada dalam bulan Sya'ban".

    Dalam hadits lain yang diriwayatkan dari Sayyidah 'A'isyah:

    لَمْ يَكُنِ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَصُوْمُ شَهْرًا اَكْثَرَ مِنْ شَعْبَانَ ، فَاِنَّهُ كَانَ يَصُوْمُ شَعْبَانَ كُلَّهُ ، وَكَانَ يَقُوْلُ : " خُذُوْا مِنَ الْعَمَلِ مَا تُطِيْقُوْنَ ، فَاِنَّ اللّهَ لاَ يَمَلُّ حَتَّى تَمَلُّوْا " (رواه البخاري)

    "Tiadalah Nabi saw. puasa dalam satu bulan yang lebih banyak dari pada bulan Sya'ban, maka sesungguhnya beliau berpuasa Sya'ban seluruhnya, dan beliau bersabda: "Ambillah olehmu sekalian apa yang kalian mampu dari amal, karena sesungguhnya Allah tidak jemu memberi pahala sehingga kamu sekalian jemu beramal" (HR. Bukhari)

  6. Adapun puasa pada hari-hari putih, yaitu tanggal 13, 14, dan 15 qamariyah setiap bulan, adalah berdasar hadits yang mulia sebagai berikut:
  7. عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللّهُ عَنْهُ اَنَّهُ قَالَ : اَوْصَانِى خَلِيْلِى صلى اللهعليه وسلم بِثَلاَثٍ : صِيَامِ ثَلاَثَةِ اَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ ، وَرَكْعَتَيِ الضُّحَى ، وَاَنْ اُوْتِرَ قَبْلَ اَنْ اَنَامَ.

    "Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. bahwa sesungguhnya dia telah berkata: "Kekasihku (Rasulullah) saw. telah memberi wasiat kepadaku dengan tiga: puasa tiga hari setiap bulan, dua raka'at shalat dluha, dan agar aku melakukan shalat witir sebelum aku tidur".

Para nabi as. memperbanyak melakukan puasa sunnat:

  • Nabi Nuh as. melakukan puasa sepanjang tahun.
  • Nabi Dawud as. melakukan satu hari berpuasa dan satu hari berbuka.
  • Nabi Isa as. berpuasa satu hari dan berbuka dua hari.
  • Nabi kita Muhammad saw. berpuasa sehingga dikatakan "beliau tidak berbuka", dan beliau tidak berpuasa sehingga dikatakan "beliau tidak berpuasa".

Hikmah dari perbedaan para nabi as. tersebut dalam berpuasa adalah karena perbedaan keadaan mereka; karena puasa itu adalah peningkatan jiwa, sedang peningkatan jiwa tersebut tidaklah dilakukan kecuali menurut kadar keperluan.

Hari-hari yang diharamkan melakukan puasa

Hari-hari yang diharamkan melakukan puasa adalah: hari raya 'Iedul Fithri, hari raya 'Iedul Qurban, dan hari-hari tasyriq, yaitu tanggal: 11, 12, dan 13 Dzul Hijjah.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. katanya:

نَهَى رَسُوْلُ اللّهِ صلى الله عليه وسلم عَنْ صِيَامِ يَوْمَيْنِ : يَوْمِ الاَضْحَى وَيَوْمِ الْفِطْرِ . (رواه الخمسة)

"Rasulullah saw. melarang puasa dua hari: hari raya Adl-ha dan hari raya Fithrah. (HR. Lima orang ahli hadits).

Diriwayatkan dari Umar bin Khattab ra. katanya

هذَانِ يَوْمَانِ نَهَى رَسُوْلُ اللّهِ صلى الله عليه وسلم عَنْ صِيَامِهَمَا : يَوْمُ فِطْرِكُمْ مِنْ صِيَامِكُمْ ، وَالْيَوْمُ الآخِرُ تَأْكُلُوْنَ فِيْهِ مِنْ نُسُكِكُمْ . (رواه البخاري)

"Ini adalah dua hari yang Rasulullah saw. melarangnya berpuasa, yaitu: hari berbukamu dari puasamu, dan hari terakhir yang kamu sekalian makan pada hari itu setelah selesai dari ibadahmu" (HR. Bukhari)

Rasulullah saw. bersabda:

اَيَّامُ التَّشْرِيْقِ اَيَّامُ اَكْلٍ وَشُرْبٍ ، وَذِكْرِ اللّهِ تَعَالَى . (رواه احمد ومسلم)

"Hari-hari tasyriq adalah hari-hari makan dan minum, dan berdzikir kepada Allah ta'ala" . (HR. Ahmad dan Muslim)

Hikmah diharamkan puasa pada hari-hari tersebut

Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah Yang Maha Bijaksana mengharamkan kita sekalian berpuasa pada dua hari raya; karena orang Islam pada dua hari tersebut adalah dalam saat menampakkan kesenangan dan kelapangan, dan memberibagian kepada nafsu untuk beristirahat dan menikmati sebagian dari kelezatan-kelezatan yang tidak dilarang oleh Allah Yang Maha Bijaksana. Dan juga, orang-orang Islam pada kedua hari raya tersebut sedang menam pakkan sifat kemurahan hati dan kedermawanannya kepa da orang-orang fakir dan orang-orang miskin, sehingga apa bila mereka berpuasa pada dua hari raya tersebut, niscaya tidak dapat berhasil keistimewaan ini, yang faedahnya yang paling minimal adalah membiasakan sifat bermurah hati dan kedermawanan.

Puasa diharamkan pada hari-hari tasyriq ialah karena jama'ah haji pada saat-saat ini sedang sibuk di tanah-tanah suci untuk mempersiapkan kepulangan mereka ke tanah air mereka. Di sini kita melihat bahwa Allah swt. telah meng haramkan puasa secara umum dan tidak mengkhususkan keharaman puasa kepada orang-orang yang sedang melak sanakan ibadah haji saja, sehingga pelaksanaan ibadah itu mengikuti jalur yang satu. Disamping itu, dengan berbuka pada hari-hari tasyriq ini diharapkan agar-agar orang muslim mengingat mereka yang sedang melakukan ibadah haji, sehingga rindu kepada mereka dan mengangan-angankan untuk dapat bersama mereka, sehingga dapat berbahagia bersama mereka dapat menyaksikan Baitul Haram dan berziarah ke makam Nabi Muhammad saw.

Demikian pula diharamkan berpuasa pada hari terakhir dari bulan Sya'ban, ialah agar seseorang Islam dapat mempersiapkan diri menghadapi bulan Ramadlan dalam keadaan kuat tanpa kebosanan dan kejemuan, jika dia telah berpuasa pada Rajab dan Sya'ban.

Orang mati yang mempunyai tanggungan puasa Ramadlan

Orang yang meninggal dunia, sedangkan dia masih mempunyai hutang puasa Ramadlan yang belum dibayar tanpa ada udzur, maka walinya berkewajiban membayar fidyah sebanyak satu kati bahan makanan untuk setiap hari.

Dan disunnatkan bagi walinya untuk mengqadla' puasanya. Orang selain keluarganya juga boleh mengqadla' puasa tersebut dengan idzin walinya, baik dengan upah ataupun tanpa upah. Dan jika hutang puasanya sebanyak satu bulan, maka boleh tiga puluh orang berpuasa bersama-sama dalam satu hari dengan idzin walinya. Adapun niat puasanya adalah:

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ لِقَضَآءِ مَا فَاتَ مِنْ صَوْمِ رَمَضَانَ مِنْ فُلاَنِ بْنِ فُلاَنٍ فَرْضًا لِلّهِ تَعَالَى .

"Saya niat berpuasa besok pagi untuk mengqadla' apa yang terlepas dari puasa Ramadlan dari si Fulan bin Fulan, fardlu karena Allah ta'ala".

Menurut hadits riwayat dari Sayyidah 'A'isyah ra. Nabi Muhammad saw. telah bersabda:

مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ

"Barangsiapa yang mati sedangkan dia mempunyai tanggungan puasa, maka walinya membayar puasa darinya".

Dalan hadits yang diriwayatkan oleh Imam At Tirmidzi, Rasulullah saw. bersabda:

مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامُ شَهْرِ رَمَضَانَ فَلْيُطْعِمْ عَنْهُ مَكَانَ كُلِّ يَوْمٍ مِسْكِيْنًا

"Barangsiapa yang mati sedangkan dia mempunyai tanggungan puasa Ramadlan, maka hendaklah walinya memberi makan seorang miskin untuk membayar puasa setiap hari darinya".