Bahtsul Masail Diniyah


Edit

Belajar kitab tanpa bimbingan

  1. Ada dua orang sedang salat berjamaah, yang seorang menjadi imam sedang yang lain menjadi makmum. Saat melaksanakan salat, imamnya batal, maka apakah yang harus dilakukan imam tersebut? Apakah langsung meninggalkan tempat salat? Bagaimana dengan makmumnya?
  2. Orang yang pandai ilmu nahwu dan sharaf serta ilmu alat lainnya, kemudian mempelajari kitab-kitab kuning dengan muthalaah sendiri tanpa seorang guru, apakah termasuk dalam Al Ilmu bila Syaikhin Fasyaikhuhu Syaithonun?
  3. Rumah kos-kosan apakah ada zakatnya? Bila ada, bagaimana cara menghitung nisabnya? Apakah sama dengan harta tijarah?

Jawaban:

  1. Ada dua pilihan:
    • Imam langsung meninggalkan tempat salat dan segera pergi berwudlu.
    • Makmum disunahkan menunggu imam untuk mengimami lagi, jika tempat wudlunya dekat. Jika tempat wudlunya jauh, sekira waktu untuk menunggu cukup untuk melakukan salat satu rakaat, maka salah seorang dari makmum, yang paling alim, boleh maju untuk mengganti imam, atau makmum memisahkan diri (mufaraqah) dari imam dan salat sendiri-sendiri.
  2. Orang yang mempelajari kitab-kitab kuning dengan muthalaah sendiri tanpa guru, meskipun dia pandai ilmu sharaf dan nahwu serta ilmu alat yang lain, bisa jadi dia termasuk Al Ilmu bila Syaikhin Fasyaikhuhu Syaithonun Karena seringkali kita menjumpai kalimat-kalimat yang pengertiannya tidak sama dengan arti yang ada dalam kamus, sehingga tanpa petunjuk dari guru, kita akan keliru dalam mengartikannya. Kita juga seringkali menjumpai ungkapan-ungkapan yang tidak dapat kita terjemahkan hanya dengan mengandalkan ilmu nahwu dan sharaf serta ilmu alam seperti ungkapan yang dikemukakan oleh Abu Bakar as Shiddiq:
    مَارَيْتُ شَيْئًا إلاَّ وَرَأَيْتُ اللهَ فِيْهِ
    Umar Ibn Khattab:
    مَارَيْتُ شَيْئًا إلاَّ وَرَأَيْتُ اللهَ قَبْلَهُ
    Usman Ibn Affan:
    مَارَيْتُ شَيْئًا إلاَّ وَرَأَيْتُ اللهَ بَعْدَهُ
    Ali Ibn Abi Thalib:
    مَارَيْتُ شَيْئًا إلاَّ وَرَأَيْتُ اللهَ مَعَهُ
    Ada beberapa alasan yang lain yang terlalu banyak untuk disebutkan disini.
  3. Rumah yang disediakan untuk tempat indekos adalah rumah yang kamar-kamarnya disediakan untuk disewa oleh orang-orang yang memerlukannya. Menyewakan kamar sama dengan menjual manfaat dari kamar tersebut. Dengan demikian orang yang membangun rumah untuk tempat indekos tersebut adalah sama dengan orang yang sengaja menjual manfaat dari rumah tersebut. Dengan demikian jika hasil bersih dari sewa rumah tersebut dalam satu tahun sudah ada satu nisah, seperti nisab tijarah, maka hasil tersebut wajib dizakati.

Dasar pengambilan:

  1. Kitab Majmu' Syarah al Muhadzdzab juz 4 halaman 262:
    (فَرْعٌ) قَالَ أَصْحَابُنَا إِذَا ذَكَرَ الإِمَامُ فِى أَثْنَاءِ صَلاَتِهِ أَنَّهُ جُنُبٌ أوْ مُحْدَثٌ أو المَرْأةُ المُصَلِّيَةُ بِنِسْوَةٍ أنَّهَا مُنْقَطِعَةُ حَيْضٍ لَمء تَغْتَسِلْ لَزِمَهَا الخُرُوجُ مِنْهَا فَإِنْ كَانَ مَوْضِعُ طَهَارَتِهِ قَرِيْبًا أشَارَ إِلَيْهِمْ أَنْ يَمْكُثُوا وَمَضَى وَتَطَهَّرَ وَعَادَ وَأحْرَمَ بِالصَّلاَةِ وَتَابِعُهُ فِيْمَا بَقِيَ مِنْ صَلاَتِهِمْ وَلاَ يَسْتَأْنِفُونَهَا. وَإِنْ كَانَ بَعِيْدًا أَتَمُّوهَا وَلاَ يَنْتَظِرُوهُ. قَالَ القَاضِى أبُو الطَّيِّبِ: قَالَ الشَّافِعِيُّ وَهُمْ بِالخِيَارِإنْ شَاؤُوا أَتَمُّوهَا فُرَادَى وَإنْ شَآؤُوا قَدَّمُوا احَدَهُمْ يُتِمُّوهَا بِهِمْ. قَالَ الشَّافِعِيٌّ وَاسْتُحِبَّ أَنْ يُتِمُّوها فُرَادَى. قَالَ القَاضِى وَإِنَّمَا قَالَ ذَلِكَ لِلْخُرُوجِ مِنَ الخِلاَفِ فِى صِحَّةِ الإِستخْلاَفِ. وَإِذَا أَشَارَ إِلَيْهِمْ وَالمَوْضِعُ قَرِيْبٌ أُسْتُحِبَّ انْتِظَارُهُ كَمَا ذَكَرْنضا. وَدَلِيْلُنَا الحَدِيْثُ السَّابِقُ عَنْ أبِى بَكْرَةَ فَإِنْ لَمْ يَنْتَظِرُوهُ جَازَ ثُمَّ لَهُمْ الإِنْفِرَادُ وَالإِسْتِخْلاَفُ إِذَا جَوَّزْنَاهُ. وَقَالَ الشَّيْخُ أَبُو حَامِدْ فِى تَعْلِيْقَاتِهِ إِنَّمَا يُسْتَحَبُّ لَهُمْ انتِظَارُهُ إِذَا لَمْ يَكُنْ مَضَى مِنْ صَلاَتِهِ رَكْعَةٌ.
    (cabang). Para pendukung madzhab kami (madzhab Syafi'i) berpendapat: apabila di tengah-tengah salat, imam ingat bahwa dia adalah orang yang junub atau orang yang berhadats atau seseorang perempuan yang salat dengan orang-orang perempuan ingat bahwa sesungguhnya dia adalah wanita yang terputus dari haid yang belum mandi, maka wajib baginya keluar dari salat. Jika tempat bersuci itu dekat maka imam memberi isyarat kepada para jamaah agar mereka tetap diam dan imam pergi bersuci kemudian kembali dan bertakbiratul ikhram untuk salat. Para makmum mengikuti imam dalam sisa salat mereka. Mereka tidak memulai salat dari awal. Jika tempat bersuci itu jauh maka para makmum menyempurnakan salat dan tidak menunggu imam. Al Qodli Abu Thoyyib berkata: Imam Syafi'i berpendapat: Mereka (para makmum) boleh memilih. Jika mereka menginginkan, mereka boleh menyempurnakan salat secara sendiri-sendiri dan jika mereka menginginkan mereka boleh menyuruh maju salah seorang diantara mereka menjadi imam yang menyempurnakan salat dengan mereka, Imam Syafi'i berpendapat: Disunnahkan agar mereka menyempurnakan salat secara sendiri-sendiri. Al Qodli berkata: Sesungguhnya Imam Syafii berpendapat demikian hanyalah untuk keluar dari perbedaan pendapat mengenai keabsahan meminta ganti imam. Apabila imam memberi isyarat kepada mereka, sedangkan tempat bersuci itu dekat, maka disunnahkan untuk menunggu imam, sebagaimana telah kami sebutkan. Dalil kami adalah hadist yang telah lalu diriwayatkan oleh Abi Bakrah. Jika mereka tidak menunggu imam maka diperbolehkan; kemudian bagi mereka salat sendiri-sendiri dan boleh meminta ganti imam apabila kita membolehkannya. Syeikh Abu Hamid dalam ta'liq beliau, berpendapat: Hanya saja disunnahkan bagi mereka menunggu imam apabila waktu menunggu itu tidak melewati salat satu rakaat.