Bahtsul Masail Diniyah


Edit

Beda antara ghibah dan ngerumpi

  1. Bagaimana maksudnya bahwa ghibah (ngerumpi) itu
    1. Termasuk dosa besar bagi ahlul ilmu dan ahlul quran
    2. Termasuk dosa kecil bagi selain keduanya.
      Apakah dianggap termasuk dosa kecil bagi orang yang hanya sekedar tahu bahwa ghibah itu haram tanpa mengetahui dasar hukumnya.
  2. Mohon dijelaskan tentang enam macam ghibah yang diperbolehkan, sebagaimana disebutkan dalam nadham di bawah ini, kemudian mohon diberikan contohnya!
    القَدُحُ لَيْسَ بِغِيْبَةٍ فِى سِتَّةٍ * مُتَظَلِّمٍ وَمُعَرِّفٍ وَمُحَذِّرٍ
    وَلِمُظْهِرٍ فِسْقًا وَمُسْتَفْتٍ وَمَنْ * طَلَبَ الإِعَانَةَ فِى إِزَالَةِ مُنْكَرٍ
  3. Apakah penghujatan itu termasuk ghibah?

Jawaban

  1. Sebenarnya bukan ghibah saja yang apabila dilakukan oleh ahlul ilmi dan ahli Quran yang menjadi dosa besar, akan tetapi semua dosa kecil itu dianggap dosa besar oleh Allah swt apabila ada salah satu dari lima sebab, sebagaimana disebutkan oleh Imam al Ghozali dalam kitab Ihya' Ulumuddin cetakan Darul Fikr, Beirut, tt, juz 4 halaman 32-31, lima macam sebab tersebut adalah sebagai berikut:
    1. Dosa kecil yang dilakukan terus-menerus tanpa ada keinginan untuk berhenti.
    2. Dosa kecil yang dilakukan dengan perasaan bangga.
    3. Dosa kecil yang dilakukan dengan perasaan meremehkannya.
    4. Dosa kecil yang dilakukan dengan terang-terangan di muka umum.
    5. Dosa kecil yang dilakukan oleh orang alim atau orang yang menjadi panutan masyarakat.
  2. Enam macam ghibah yang diperbolehkan sebagaimana yang anda sebutkan dalam dua bait nadham diatas, adalah
    1. Muttadhallim, yaitu orang yang dianiaya oleh orang lain, kemudian mengadukan penganiayaan yang dilakukan oleh orang lain tersebut kepada pejabat yang berwenang mengurus penganiayaan tersebut kepada orang lain yang tidak berhak.
    2. Orang yang kesulitan menemukan seseorang meskipun sudah diketahui namanya tanpa menyebutkan cacatnya, karena kebetulan banyak orang yang namanya sama. Misalnya ada orang yang mencari seseorang dikampung A yang bernama Ahmad. Kemudian dia bertanya kepada salah seorang penduduk, Orang yang ditanya kembali bertanya: Ahmad siapa? Dikampung ini ada sepuluh orang yang bernama Ahmad! Yang bertanya: Si Ahmad yang selalu memakai songkok dan tidak pernah melepasnya! Yang ditanya: Orang yang bernama Ahmad di sini semuanya memakai songkok dan tidak pernah melepasnya! Yang bertanya: Ahmad yang raji sholat berjamaah! Yang ditanya: Ahmad yang ada sepuluh orang itu semuanya rajin berjamaah! Yang bertanya: Ahmad yang rajin ta'ziyah jika ada orang mati! Yang ditanya: Semua Ahmad disini rajin ta'ziyah! Setelah penanya kesulitan menemukan Ahmad dengan menyebutkan sifat-sifat yang baik, akhirnya dia berkata: Maaf! Si Ahmad yang matanya buta sebelah! Kemudian yang ditanya baru mengetahui dan menjawab: Oh! Ahmad itu, itu rumahnya nomor sekian!
    3. Orang yang memperingatkan kepada masyarakat agar menghindarkan diri dari perbuatan yang tercela seperti yang dikerjakan oleh si A agar hidupnya tidak sengsara seperti si A.
    4. Orang yang terang-terangan berbuat maksiat, seperti penjual minuman keras, pemabuk, penjudi dan lain sebagainya.

      Orang yang meminta fatwa kepada orang lain, seperti yang dilakukan oleh sahabat Hindun ra kepada Rasulullah saw tentang suaminya Abu Sufyan: Ya Rasulullah! Saya takut kufur dalam iman! Rasulullah saw bersabda: Ada apa sebenarnya? Hindun menjawab: Saya tidak mencela suami saya Abu Sufyan tentang kegagahan dan ahlaknya, tetapi sayang beliau ringan tangan dan terlalu sedikit memberi nafkah kepadaku! Rasulullah saw bersabda: Maukah engkau mengembalikan kebun yang diberikan oleh Abu Sufyan kepadamu sebagai mahar? Hindun menjawab: Mau! Kemudian Rasulullah saw. Memanggil Abu Sufyan untuk menerima kembali kebun dari Hindun sebagai tebusan dari talak yang dijatuhkan oleh Rasulullah saw.

    5. Orang yang meminta bantuan kepada orang lain untuk menghilangkan kemungkaran. Misalnya si A melihat si B melakukan perbuatan mungkar, seperti minum arak, atau berjudi disuatu tempat atau lainnya. Sewaktu si A melihat si B berbuat mungkar, maka si A berkewajiban mengingatkan/menasehati si B. Akan tetapi karena suatu alasan si A tidak berani menasehati/mengingatkan si B. Kemudian si A melihat bahwa ada orang lain yang disegani dan diikuti nasehatnya oleh si B, yaitu si C. Dalam hal ini maka si A diperbolehkan menuturkan kepada orang lain yang tidak mampu menasehati si B.
  3. Menghujat seseorang itu adalah termasuk ghibah, sebab ghibah itu menurut kitab-kitab salaf adalah: menuturkan sesuatu yang ada pada orang lain, yang apabila orang yang dituturkan tersebut mendengarnya, dia marah atau tidak senang hatinya.