Bahtsul Masail Diniyah


Edit

Pengembangan sumber hukum Islam dan rujukan fatwa hukum di lingkungan Nahdlatul 'Ulama

Usulan dari sisa masa'il diniyah Muktamar XXX

Selama ini sikap keagamaan Jam'iyyah Nahdlatul 'Ulama senantiasa mendasarkan diri pada sumber hukum yang empat, yaitu Al Qur'an (Al Kitab), Al Sunnah (Al Hadits), Al Ijma' dan Al Qiyas. Penegasan lain menyebutkan berfahan ahlus-sunnah wal jama'ah dengan mengikuti satu diantara madzhab empat: Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hanbali.

Namun dalam prakteknya, para ulama NU ketika menfatwakan hukum selalu merujuk kepada qoul seorang 'alim, atau qoul seorang faqih fid-din, bukan menerapkan faham keagamaan yang mendasarkan diri pada sumber hukum yang empat diatas.

Belakangan ini semakin banyak kitab yang dikarang ulama, bahkan ada yang mu'allifnya masih hidup. Masa penulisan kitab itupun sudah bukan periode salaf lagi dan pengarangnya cenderung menampung pandangan berbagai madzhab di luar madzhab empat. Kitab-kitab tersebut karena format ikhtisarnya tidak melengkapi diri dengan sumber acuan hukum. Karenanya kriteria Mu'tabar yang selama ini dianut bisa digugat kelayakannya.

Pertanyaan

  1. Apakah ada jaminan bahwa qoul seorang 'alim, atau seorang faqih fid-din seperti yang dapat kita baca kitabnya, pasti memiliki rujukan pada salah saqtu dari empat sumber hukum Islam tersebut diatas?
  2. Sejauh mana daya cakup batasan dari al-kutub al-mu'tabarah?
  3. Apakah qoul 'alim atau qoul seorang faqih fid-din dapat diperlakukan sebagai sumber hukum kelima setelah sumber Al Qur'an, hadits, ijma' dan qiyas?
  4. Apa yang dikehendaki dengan kaidah al-'alimiy la madzhaba lahu?