Nasihat Kyai


Edit

Habib Sholeh Ibn Achmad Ibn Salim Alaydrus: Rajab Bulan Penuh Kemulyaan

Tak terasa hampir 15 hari kita melewati bulan Rajab. Bulan rajab adalah bulan yang sangat mulia dan agung, penuh barokah dan hikmah, ibadah pada bulan ini dilipatgandakan pahalanya oleh Allah, doa-doa diijabah, dan pintu taubat dibuka lebar-lebar siap menerima siapapun juga yang hendak bertaubat kepada Allah. Seperti diriwayatkan oleh Al imam Ibnu ‘Asakir dari Abu Umamah RA bahwasanya Nabi Muhammad SAW bersabda (yang artinya):

"Ada lima malam yang tidak akan ditolak doa-doa di dalamnya, malam pertama bulan rajab, malam pertengahan sya'ban (nisfu sya'ban), malam jumat, malam idul fitri dan malam idul adha".

Dan cukup kiranya sebagai kemuliaan bulan ini di mana Allah Ta'ala menjadikannya salah satu dari empat bulan yang dinamakan Asyhurul Hurum (bulan yang terhormat). Sebagaimana dalam Al Quran Allah berfirman (yang artinya):

Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram (mulya). Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu. (QS. At Taubah 36)

Mengenai Asyhurul Hurum ini Nabi Muhammad SAW telah menjelaskan kepada kita bahwa empat bulan tersebut adalah Dzul Qa'dah, Dzul Hijjah, Muharram dan Rajab. Seperti dalam riwayat Bukhori dan Muslim dari sahabat Abu Bakrah RA.

Bahkan sebagian Ulama berpendapat bahwa dari keempat bulan ini yang paling utama adalah bulan Rajab, sementara yang lain berpendapat bulan Muharram.

Sahabat Ibnu Abbas RA mengatakan tentang kemulyaan empat bulan ini:

"Allah telah mengkhususkan empat bulan, dimana Allah menjadikannya penuh kemulyaan, dosa-dosa di bulan ini lebih besar daripada bulan lainnya, begitu pula amal sholeh dan pahala".

Bahkan Nabi Muhammad SAW menunjukkan kemulyaan bulan Rajab ini dengan menyandarkannnya kepada Allah SWT, dimana beliau bersabda:

"Rajab adalah Bulannya Allah, Sya'ban adalah bulanku, dan Ramadhan adalah bulan umatku". (HR. Abul Fath bin Abil Fawaris dari Hasan al Bashri, hadits mursal)

Tidaklah sesuatu disandarkan kepada Allah kecuali pasti itu adalah sesuatu yang sangat mulya dan di dalamnya tersimpan rahasia dan keberkahan. Maka dari sinilah kemudian banyak Ulama memberi nama bulan ini sesuai dengan maqam, dan keluasaan daya talar ilmu dan pemikiran mereka masing-masing, sebagian berkata bahwa bulan Rajab adalah bulan Istighfar, artinya bulan yang sangat layak bagi umat untuk memperbanyak istighfar dan taubat di dalamnya, sebagian berkata Rajab adalah bulan Rahmah, artinya bulan yang penuh dengan Rahmat Allah SWT, yang lain berpendapat Rajab adalah bulan ar Rajm, artinya bulan yang didalamnya dirajm (dijauhkan) musuh dan syaitan dari para Auliya' dan sholihin.

Sebagian yang lain mengatakan bahwa Rajab adalah bulan penanaman benih, Sya'ban bulan untuk menyirami benih tersebut dan Ramadhan adalah bulan untuk menuai (memetik) hasil dari tanaman yang tumbuh dari benih itu. Ketahuilah bahwa benih yang dimaksud disini adalah amal sholeh.

Sebagian yang lain mengatakan rajab adalah Mausimut Tijaarah (saat untuk berdagang), maksudnya adalah bulan untuk kita memperbanyak keuntungan dengan bermu'amalah bersama Allah SWT, yakni dengan beribadah, membersihkan hati dan membenahi jiwa. Ragam apapun ibadah tersebut, seperti solat, dzikir, sholawat, bersodaqah, berbuat baik kepada saudara seiman, membaca Al Quran dan termasuk menghadiri majelis ilmu. Yang penting kita berusaha makin bertambah umur, makin bertambah dekat kepada Allah.

Inilah kesempatan emas yang tidak boleh disia-siakan begitu saja, memang kadang manusia tidak sadar, berapa banyak umurnya berlalu sia-sia untuk sesuatu yang sia-sia, bukankah setiap nafas dan setiap detik dari umurnya akan dipertanyakan oleh Allah SWT ?

Dari sekian banyak kemulyaan yang disandang oleh bulan Rajab ini, disana ada keistimewaan yang tidak ada tandingannya yang tidak bisa dinilai keagungannya, yaitu pada bulan ini pula terjadi peristiwa Isra' dan Mi'raj Nabi Muhammad SAW, yaitu pada malam 27 Rajab, memang ada yang berpendapat bulan Rabiul Awwal atau Rabiuts Tsani, adapun tahunnya Al Imam Az Zuhri, ‘Urwah bin Zubeir dan Ibnu sa'ad serta sebagian besar ahli siroh (sejarah) mengatakan bahwa Isra' Mi'raj ini terjadi setahun sebelum beliau SAW hijrah ke Madinah al Munawwarah.

Ini adalah suatu perjalanan luar biasa di luar kemampuan manusia biasa, peristiwa yang tidak akan pernah terjadi selain kepada Rasulullah SAW, peristiwa berjumpanya sang kekasih dengan kekasihnya. Dengan perjalanan ini Allah SWT ingin menunjukkan kebesaran dan keagunganNya kepada sang Nabi yang mulya ini, begitu pula Dia berkenan memperkenalkan dan menunjukkan keagungan Nabi Muhammad kepada seantero alam, seluruh penduduk langit dan bumi. Sehingga setiap Nabi dan Rasul serta malaikat yang berjumpa dengan beliau mengucapkan salam perhormatan.

Inilah perjalanan yang penuh berkah dan hikmah yang sudah Allah tentukan hanya untuk Nabi Muhammad SAW, lidah tidak akan mampu mengungkapkan secara detail peristiwa ini, pena tidak mampu menulis seluruh keajaiban yang terjadi disana, sekalipun banyak para Imam dan Ulama berkarya untuk mengungkapkan peristiwa mulya ini yang tentunya berdasarkan hadits-hadits dan atsar, namun tidak satupun  mampu mencakup semuanya secara mendetail dan terperinci serta mengungkap rahasia-rahasia yang tersimpan dalam semua itu. Hanya Allah Ta'ala yang mengetahuinya.

Berkenaan dengan Isra' Mi'raj ini Allah SWT berfirman dalam Al Quran (yang artinya):

Maha Suci (Allah) yang telah memperjalankan hamba Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami, sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS. Al Israa' ayat 1)

Begitupula banyak sekali riwayat dari Rasullullah SAW dimana beliau sendiri menjelaskan dan menceritakan peristiwa ini di hadapan para sahabat, hadits-hadits itu disebutkan oleh para Imam Hadits maupun Tafsir dalam kitab-kitab mereka, diantaranya al Imam al Bukhori, Muslim, Ahmad bin Hambal, at Tirmidzi, an Nasai, al Baihaqi, Ibnu Jarir at Thabari dan lainnya.

Dan Isra' Mi'raj ini telah diriwayatkan dari kelompok besar sahabat Rasulullah SAW, diantaranya Abu Hurairah, Abu Dzar, Ibnu Mas'ud, Ibnu ‘Abbas, Abu Sa'id al Khudry, Syaddad bin Aus, Ubay bin Ka'ab dan lainnya, maka dari sinilah kemudian para Imam berpendapat keterangan atau riwayat yang datang dalam rangka menjelaskan peristiwa ini adalah riwayat Mutawaatirah, artinya barang siapa yang mengingkarinya maka kafirlah orang tersebut, sebab selain status haditsnya adalah hadits mutawatir di samping itu peristiwa ini tergolong ‘ulima minad diin bidh dhorurah, artinya diketahui secara umum oleh seluruh lapisan umat dan tidak tersembunyi.

Dan perlu diketahui bahwa Ulama dan Muhaqqiqun bersepakat bahwa Isra' Mi'raj ini dilakukan dalam keadaan terjaga atau nyata, bukan dalam mimpi seperti dikatakan sebagian orang, dan Nabi Muhammad Isra' Mi'raj dengan jasad dan ruh beliau. Dan dalam Mi'raj itu beliau SAW berjumpa dan melihat Allah Ta'ala dan berbicara denganNya, tanpa kita bertanya bagaimana bahasaNya dan bagaimana caranya, kita hanya wajib beriman akan hal itu tanpa bertanya sesuatu yang bukan urusan kita. Allah dan RasulNya lebih tahu hal tersebut.

Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq bahwa Marwan bertanya kepada Abu Hurairah RA,:

"Apakah Nabi Muhammad melihat Rabbnya",

Beliau menjawab: "Ya".

Bahkan Al Hasan Al Bashri bersumpah dengan nama Allah bahwa Nabi Muhammad benar-benar melihat Allah SWT dalam Mi'raj itu.

Insya Allah pada edisi berikutnya kita akan menukil beberapa riwayat dari kitab-kitab hadits mapun sirah Nabawiyah yang menyebutkan perjalanan yang mulya dan agung ini, tentunya dengan penjelasan ‘ibrah (pelajaran) dan hikmah yang dapat diambil dari peristiwa itu sendiri. Wallahu A'lam.

Dinukil dari kitab as Sirah an Nabawiyah (DR. Muhammad Abu Syahbah), Dzikrayat wa Munasabat (DR.As Sayyid Muhammad bin Alawy al Hasany), Kanzun Najah was Surur (As Syeikh ‘Abdul Hamid Kudus), Mujazul Kalam (As Syeikh Muhammad bin Ali ad Du'any).