Kolom Gus


Edit

Berlomba-lombalah Dalam Kebaikan

وَلِكُلٍّۢ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا ۖ فَٱسْتَبِقُوا۟ ٱلْخَيْرَٟتِ ۚ أَيْنَ مَا تَكُونُوا۟ يَأْتِ بِكُمُ ٱللَّهُ جَمِيعًا ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍۢ قَدِيرٌۭ ﴿١٤٨﴾
"Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. Al Baqarah: 148)

Dalam ayat ini Allah memerintahkan fastabiqul khahiraat (bersegeralah dalam berbuat baik). Imam An Nawawi dalam kitabnya Riyadhush shalihiin meletakkan bab khusus dengan judul:

بَابُ الْمُبَادَرَهْ إِلَى الْخَيْرَاتِ وَحَثُّ مَنْ تَوَجَّهَا لِخَيْرٍ عَلَى الْإِقْبَالِ عَلَيْهِ بِالْجِدِّ مِنْ غَيْرِ تَرَدُّدِ
Bab bersegera dalam melakukan kebaikan, dan dorongan bagi orang-orang yang ingin berbuat baik agar segera melakukannya dengan penuh kesungguhan tanpa ragu sedikitpun).

Lalu ayat yang pertama kali disebutkan sebagai dalil adalah ayat di atas. Perhatikan betapa Imam An Nawawi telah memahami ayat tersebut sebegai berikut.

Melakukan kebaikan adalah hal yang tidak bisa ditunda

Melainkan harus segera dikerjakan. Sebab kesempatan hidup sangat terbatas. Kematian bisa saja datang secara tiba-tiba tanpa diketahui sebabnya. Karena itu semasih ada kehidupan, segeralah berbuat baik. Lebih dari itu bahwa kesempatan berbuat baik belum tentu setiap saat kita dapatkan. Karenanya begitu ada kesempatan untuk kebaikan, jangan ditunda-tunda lagi, tetapi segera dikerjakan. Karena itu Allah swt. dalam Al Qur’an selalu menggunakan istilah bersegeralah, seperti fastabiquu atau wa saari’uu yang maksudnya sama, bergegas dengan segera, jangan ditunda-tunda lagi untuk berbuat baik atau memohon ampunan Allah swt. Dalam hadist Rasulullah saw. Juga menggunakan istilah baadiruu maksudnya sama, tidak jauh dari bersegera dan bergegas.

Dalam sebuah buku tentang kisah orang-orang saleh terdahulu diceritakan salah seorang dari mereka berpesan:

مَآ أَحْبَبْتَ أَن يَّكُونَ مَعَكَ فِى الْآَخِرَةِ إِفْعَلْهُ الْيَوْم, وَمَا كَرِهْتَ أَن يَّكُونَ مَعَكَ فِى الْآَخِرَةِ أُتْرُكُ الْيَوْمِ

(apa yang kau suka untuk dibawa ke akhirat kerjakan sekarang juga. Dan apa yang kau suka untuk kau tidak suka untuk di bawa ke akhirat tinggalkan sekarang juga).

Ini menggambarkan sebuah sikap kesigapan dalam memilah dan memilih perbuatan mana yang baik dan mana yang buruk. Tentu secara fitrah tidak ada manusia yang suka membawa dosa-dosa ke akhirat, kecuali orang-orang yang sudah mati hatinya. Karena itu makna fastabiquu pada ayat di atas memang benar-benar sangat penting -kalau tidak mau dikatakan sebuah keniscayaan- untuk selalu kita amalkan.

Hendaknya selalu saling mendorong dan saling tolong menolong untuk berbuat baik

Imam An Nawawi mengatakan:

وَحَثُّ مَنْ تَوَجُّهَا لِخَيْرٍ عَلَى الْإِقْبَالِ عَلَيْهِ

Ini menunjukkan bahwa kita harus membangun lingkungan yang baik. Lingkungan yang membuat kita terdorong untuk kebaikan.

Karena itu dalam hadits yang menceritakan seorang pembunuh seratus orang lalu ia ingin bertaubat, disebutkan bahwa untuk mencapai tujuan taubat tersebut maka ia disyaratkan meninggalkan lingkungannya yang buruk. Sebab tidak sedikit memang seorang yang tadinya baik menjadi rusak karena lingkungan. Karena itu Imam An Nawawi menggunakan al hatstsu yang artinya saling mendukung dan memotivasi. Sebab dari lingkungan yang saling mendukung kebaikan akan tercipta kebiasaan berbuat baik secara istiqamah.

Lebih dalam jika kita renungkan makna ayat fastabiquu kita akan menemukan makna bahwa di mana kita memang harus menciptakan lingkungan. Sebab dalam kata tersebut terkandung makna “berlombalah”. Dalam perlombaan tidak mungkin sendirian, melainkan harus lebih dari satu atau lebih. Maka jika semua orang berlomba dalam kebaikan, otomatis akan tercipta lingkungan yang baik. Karena dalam ayat yang lain Allah swt. berfirman dalam surah Ali Imran: 133:

وَسَارِعُوٓا۟ إِلَىٰ مَغْفِرَةٍۢ مِّن رَّبِّكُمْ

Di sini Allah swt. menggunakan kalimat وَسَارِعُوٓا۟ diambil dari kata سارع - يسارع maksudnya tidak sendirian, melainkan ada orang lain yang juga ikut bergegas. Seperti ضارب - يضارب artinya saling memukul.

Dalam makna ini tergambar keharusan adanya lingkungan di mana sejumlah orang saling bergegas untuk berbuat baik.

Bagitu juga dalam surah Al Hadid: 21, Allah berfirman:

سَابِقُوٓا۟ إِلَىٰ مَغْفِرَةٍۢ مِّن رَّبِّكُمْ

Kata سَابِقُوٓا۟ mengandung makna saling berlombalah. Suatu indikasi bahwa menciptakan lingkungan yang baik adalah sebuah keniscayaan.

Langkah awal untuk menciptakan lingkungan yang baik ini adalah dengan memulai dari diri sendiri dan keluarga.

Allah swt. berfirman:

قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارً‌ا

... Peliharalah diri dan keluarga kalian dari api neraka ... (QS. At-Tahrim: 6)

Perhatikan dalam ayat ini, Allah swt hanya fokus kepada diri sendisi dan keluarga dan tidak melebar kepada masyarakat luas dan Negara.

Mengapa?

Sebab inilah jalan terbaik dan praktis untuk memperbaiki sebuah bangsa. Kita harus memulai dari diri sendiri dan keluarga. Sebuah bangsa apapun hebatnya secara teknologi, tidak akan pernah bisa tegak dengan kokoh bila pribadi dan keluarga yang ada di lamanya sangat rapuh.

Ketiga, bahwa kesigapan melakukan kebaikan harus didukung dengan kesungguhan yang dalam. Imam An Nawawi mengatakan:

بِالْجِدِّ مِنْ غَيْرِ تَرَدُّدِ

Kalimat ini menunjukkan bahwa tidak mungkin kebaikan dicapai oleh seseorang yang setengah hati dalam mengerjakannya.

Rasulullah saw. bersabda:

بَادِرُ فِى الْأَعْمَالِ فِتَنًا كَا قِطَاءٍ الَّيْلٍ الْمُذْلِمْ, يُصْبِهُ الرَّاجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا وَيُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا, يَبِئُ دِيْنَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَآ (رواه مسلم)

Dalam hadits ini Rasulullah saw. mendorong agar segera beramal sebelum datangnya fitnah, di mana ketika fitnah itu tiba, seseorang tidak akan pernah bisa berbuat baik. Sebab boleh jadi pada saat itu seseorang dipagi harinya masih beriman, tetapi pada sore harinya tiba-tiba menjadi kafir. Atau sebaliknya pada sore harinya masih beriman tetapi pada pagi harinya tiba-tiba menjadi kafir. Agama pada hari itu benar-benar tidak ada harganya, mereka menjual agama hanya dengan sepeser dunia.

Uqbah bin Harits ra. pernah suatu hari bercerita: “Aku shalat Ashar di Madinah di belakang Rasulullah saw. kok tiba-tiba selesai shalat Rasulullah segera keluar melangkahi barisan shaf para sahabat dan menuju kamar salah seorang istrinya. Para sahabat kaget melihat tergesa-gesanya Rasulullah. Lalu Rasulullah keluar, dan kaget ketika melihat para sahabatnya memandangnya penuh keheranan. Rasulullah saw. lalu bersabda: Aku teringat ada sekeping emas dalam kamar, dan aku tidak suka kalau emas tersebut masih bersamaku. Maka aku segera perintahkan untuk dibagikan kepada yang berhak (HR. Bukhari).

Dalam perang Uhud, kesigapan untuk berbuat baik seperti yang dicontohkan Rasulullah barusan, nampak sekali di tengah sahabat-sahabatnya. Jabir bin Abdillah meriwayatkan bahwa pernah salah seorang bertanya kepada Rasulullah saw.:

Wahai Rasul, apa yang akan aku dapatkan jika aku terbunuh dalam peperangan ini? Rasulullah menjawab: Kau pasti dapat surga. Seketika orang tersebut melepaskan kurma yang masih di tangannya, lalu berangkat ke tengah medan tempur dengan tanpa ragu, lalu ia berperang sampai terbunuh. (HR. Bukhari-Muslim).

Subhanallah, sebuah kenyataan dalam sejarah, di mana umat Islam harus memiliki kualitas seperti ini.

Semoga dengan barokahnya bulan Ramadlon tahun 2011 ini kita semua dijadikan Allah sebagai hamba yang senang untuk melakukan kebaikan dan bersegera dalam melakukan tauban nasuha, istajib du'aa ana Ya Allah bibarakaati syahri Ramadlon al Mubarok.

Wallahu a’lam bishshawab.

Penulis:
M. Taqiyyuddin Alawiy, Pengajar Madrasah Diniyah Nurul Huda Mergosono Malang