Jejak Kebaikan yang Tak Pernah Sia-Sia: Tafsir Mendalam Ayat tentang Infak dan Perjalanan Hidup
Kajian Sofwat Tafasir bersama Habib Husein Ibn Alwy Binagil: Tafsir At-Taubah 121
Dalam jihad fi sabilillah, peran serta orang yang berinfaq dan bershadaqah meski sangat sedikit sangatlah penting dan berharga dihadapan Allah. Allah tegaskan:
Dan mereka tiada menafkahkan suatu nafkah yang kecil dan tidak (pula) yang besar dan tidak melintasi suatu lembah, melainkan dituliskan bagi mereka (amal saleh pula) karena Allah akan memberi balasan kepada mereka yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (QS. At-Taubah: 121)
Ayat yang agung ini, bagaikan lukisan indah tentang kemurahan Allah dan keadilan-Nya, menyingkap tabir bahwa setiap gerak dan gerik, setiap tetes peluh dan curahan harta di jalan kebaikan, sekecil apapun, tidak akan pernah luput dari catatan Sang Maha Pencatat.
Imam Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma pernah berujar, bahkan sebutir kurma pun yang diinfakkan dengan keikhlasan, akan tercatat di sisi Allah
Ini adalah penegasan bahwa pintu kebaikan melalui infak terbuka lebar bagi siapa saja, tanpa harus menunggu limpahan kekayaan. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dengan sabdanya yang ringkas namun sarat makna,
Lindungilah diri kalian dari api neraka, meskipun hanya dengan separuh buah kurma
Mengapa kurma yang disebutkan? Pada masa itu, kurma adalah makanan pokok, sesuatu yang sangat berharga dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Arab. Jika kita terjemahkan dalam konteks kekinian, mungkin bisa kita pahami sebagai
walaupun hanya sesuap nasi.
Berbagi, sekecil apapun, adalah simbol kepedulian. Sesuap nasi yang kita berikan dengan hati tulus, meski tampak remeh, memiliki implikasi yang mendalam. Ia adalah cerminan kepekaan kita terhadap sesama, dan ganjarannya sungguh luar biasa. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama hamba itu menolong saudaranya
Kepedulian kita kepada sesama laksana benih yang menumbuhkan rahmat dan pertolongan Allah dalam diri kita. Lalu, wujud pertolongan Allah yang paling agung adalah hidayah. Dengan infak sekecil kurma atau sesuap nasi yang dilandasi keikhlasan, Allah membukakan pintu hidayah-Nya. Hidayah adalah permata yang tak ternilai harganya. Dengan hidayah dan taufik dari-Nya, kita mampu mengisi lembaran hidup dengan amal saleh, menjauhi larangan-Nya, dan berpotensi meraih surga-Nya. Infak yang tulus, sekecil apapun, adalah perisai yang melindungi kita dari dahsyatnya api neraka. Inilah salah satu tafsir mendalam dari sabda Nabi:
Ittaqunnara walau bisiqqi tamrah
Ayat ini tidak hanya berbicara tentang infak materi, namun juga tentang setiap langkah dan upaya yang dilakukan di jalan kebaikan.
dan tidak melintasi suatu lembah, melainkan dituliskan bagi mereka
Lembah di sini bisa dimaknai sebagai setiap tantangan, setiap kesulitan, setiap perjalanan hidup yang kita tempuh dalam rangka meraih ridha Allah. Setiap lelah, setiap peluh, setiap rintangan yang berhasil kita atasi di jalan kebaikan, semuanya tercatat sebagai amal saleh.
Karena Allah akan memberi balasan kepada mereka yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan
Inilah puncak kemurahan Allah. Dia tidak hanya membalas amal perbuatan kita sesuai dengan kadarnya, namun melipatgandakannya dengan balasan yang jauh lebih baik. Ini adalah janji yang pasti dari Sang Maha Pemurah, yang senantiasa melimpahkan karunia-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang berjuang di jalan kebaikan.
Oleh karena itu, janganlah kita pernah meremehkan sekecil apapun kebaikan yang kita lakukan. Setiap infak, setiap langkah, setiap upaya di jalan Allah, meskipun tampak kecil di mata manusia, memiliki nilai yang besar di sisi-Nya. Ia adalah investasi abadi yang akan kita tuai hasilnya di dunia dan akhirat. Ayat ini adalah pengingat yang lembut namun tegas, bahwa dalam setiap hembusan nafas dan setiap detik kehidupan, terdapat peluang untuk menorehkan tinta kebaikan yang akan menjadi saksi kebahagiaan kita kelak.
Penulis:
Achmad Shampton Masduqi