Artikel Keislaman


Edit

Larangan Meninggalkan Rasulullah dalam Perang: Sebuah Pelajaran Berharga

Kajian Shafwat Tafasir Bersama Habib Husein Ibn Alwy Binagil: Tafsir At Taubah 120

مَا كَانَ لِأَهْلِ الْمَدِينَةِ وَمَنْ حَوْلَهُم مِّنَ الْأَعْرَابِ أَن يَتَخَلَّفُوا عَن رَّسُولِ اللَّهِ وَلَا يَرْغَبُوا بِأَنفُسِهِمْ عَن نَّفْسِهِ ۚ
Tidak sepatutnya bagi penduduk Madinah dan orang-orang Arab Badui di sekitar mereka tidak turut menyertai Rasulullah (berperang), dan tidak (pula) mencintai diri mereka sendiri melebihi cintanya kepada diri Rasulullah. (QS. At-Taubah: 120)

Ayat ini merupakan teguran keras dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala kepada penduduk Madinah dan orang-orang Arab Badui (A'rab) di sekitar mereka yang tidak ikut serta dalam Perang Tabuk.

Istilah A'rab sendiri merujuk pada penduduk pedesaan, yang tinggal di lembah-lembah pegunungan, dan tidak selalu berkaitan dengan etnis Arab. Pendapat yang mengartikan

الأعراب أشد كفرا ونفاقا
orang-orang Arab Badui itu sangat kuat kekafiran dan kemunafikannya

sebagai representasi seluruh bangsa Arab adalah keliru dan menunjukkan ketidakpahaman.

A'rab adalah

من سكن البدية ولوكان اعجميا
siapa saja yang tinggal di pedesaan, meskipun bukan orang Arab

Pada masa Madinah, tidak ada lagi kaum kafir seperti kaum Quraisy. Yang ada adalah kaum munafikin, yang secara lahiriah tampak seperti muslim namun menyimpan kemunafikan dalam hati mereka. Ayat ini secara khusus mengecam mereka yang mencari-cari alasan untuk tidak berjihad bersama Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, seperti alasan istri hamil atau gagal panen.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala menegaskan bahwa tidak ada alasan yang dapat diterima untuk tidak turut berperang bersama Rasulullah. Bahkan, seharusnya mereka mengorbankan harta dan jiwa mereka demi perjuangan tersebut. Mereka yang bersama Rasulullah hendaknya siap menghadapi segala kesulitan, ketakutan, dan kecemasan sebagaimana yang dialami oleh Rasulullah sendiri.

وَلَا يَرْغَبُوا بِأَنفُسِهِمْ عَن نَّفْسِهِ ۚ
Dan tidak (pula) mencintai diri mereka sendiri melebihi cintanya kepada diri Rasulullah

Ayat ini juga melarang kaum munafik untuk merasa lebih mulia atau lebih berhak untuk tidak ikut berjuang bersama Rasulullah. Kesombongan telah membutakan hati mereka. Padahal, sudah menjadi kewajiban bagi mereka untuk berkorban demi perjuangan bersama Rasulullah. Mereka harus menyadari bahwa Rasulullah adalah jiwa yang paling mulia di sisi Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

Sebagaimana perkataan Sayyidina Umar bin Khattab yang mengakui kemuliaan Rasulullah:

Jika bukan karena akhlakmu dan kemuliaanmu, engkau tentu tidak akan duduk bersama kami, makan bersama kami, dan menikahi keluarga kami. Sesungguhnya engkau jauh lebih mulia.

Kemuliaan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bahkan tidak dapat dijangkau sepenuhnya oleh akal dan perkataan manusia, sebagaimana yang diungkapkan oleh Sayyid Muhammad Alwy al-Malaki:

وَلَا يَعْرِفُ كُنْهَ مُحَمَّدٍ إِلَّا رَبُّ مُحَمَّدٍ
Tidak ada yang mengetahui hakikat Muhammad kecuali Tuhannya Muhammad

Imam al-Bushiri dalam Burdahnya juga menyatakan:

وَانْسُبْ إِلَى ذَاتِهِ مَا شِئْتَ مِنْ شَرَفٍ *
وَانْسُبْ إِلَى قَدْرِهِ مَا شِئْتَ مِنْ عِظَمِ فَإِنَّ فَضْلَ رَسُولِ اللَّهِ لَيْسَ لَهُ *
حَدٌّ فَيُعْرِبَ عَنْهُ نَاطِقٌ بِفَمِ
Nisbatkanlah kepada zatnya segala kemuliaan yang engkau kehendaki,

dan nisbatkanlah kepada kedudukannya segala keagungan yang engkau mau. Karena sesungguhnya keutamaan Rasulullah tidak memiliki batas,

sehingga tidak ada seorang pun yang mampu mengungkapkannya dengan perkataan.

Meninggalkan Rasulullah dan tidak ikut berperang bersamanya, dengan kemuliaan beliau yang sedemikian agung, merupakan larangan keras. Larangan ini bukan karena Rasulullah membutuhkan bantuan mereka, melainkan agar mereka tidak kehilangan kesempatan untuk meraih kemuliaan bersama beliau. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ لَا يُصِيبُهُمْ ظَمَأٌ وَلَا نَصَبٌ وَلَا مَخْمَصَةٌ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا يَطَئُونَ مَوْطِئًا يَغِيظُ الْكُفَّارَ وَلَا يَنَالُونَ مِنْ عَدُوٍّ نَّيْلًا إِلَّا كُتِبَ لَهُم بِهِ عَمَلٌ صَالِحٌ ۚ
Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya tidaklah mereka ditimpa kehausan, kepayahan, dan kelaparan di jalan Allah, dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak (pula) mendapatkan kemenangan atas musuh, melainkan dituliskan bagi mereka dengan setiap (cobaan) itu suatu amal saleh

Setiap kesulitan yang dialami oleh para pejuang di jalan Allah, setiap langkah yang mereka ayunkan yang membuat marah orang kafir, dan setiap kemenangan yang mereka raih atas musuh, semuanya dicatat sebagai amal saleh dan menjadi qurbah (mendekatkan diri) kepada Allah.

إِنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ
Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik

Ayat ini memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya ketaatan kepada Rasulullah dan keutamaan berjihad di jalan Allah. Setiap pengorbanan dan kesulitan yang dihadapi akan mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

Penulis:
Achmad Shampton Masduqi