Sikap Tegas Adalah Cermin Ketakwaan Kepada Allah
Kajian Shafwat Tafasir bersama Habib Husein Ibn Alwy Binagil Ahad 25 Mei 2025
Surat At-Taubah ayat 123 yang berbunyi:
Wahai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir di sekitarmu dan hendaklah mereka merasakan sikap tegas darimu. Ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa.
Ayat ini diawali dengan kalimat
Yang merupakan ciri khas ayat-ayat Madaniyah. Untuk memahami konteks ayat ini, penting untuk mengenal perbedaan antara ayat Makkiyah dan Madaniyah.
Perbedaan Ayat Makkiyah dan Madaniyah
Secara garis besar, ayat-ayat dalam Al-Qur'an dikelompokkan menjadi dua: ayat Makkiyah dan ayat Madaniyah. Jumlah ayat Makkiyah lebih banyak karena masa turunnya lebih panjang (sekitar 13 tahun) dan fokus isinya adalah penguatan nilai-nilai akidah, serta tidak berbicara tentang hukum syariat. Sementara itu, ayat-ayat Madaniyah lebih banyak berisi hukum-hukum syariat.
Terdapat dua pendapat ulama mengenai definisi ayat Makkiyah dan Madaniyah:
- Berdasarkan Tempat Turun
Pendapat ini menyatakan bahwa ayat Makkiyah adalah ayat yang turun di Mekah dan sekitarnya, sedangkan ayat Madaniyah turun di Madinah dan sekitarnya. Namun, pendapat ini kurang diunggulkan.
- Berdasarkan Waktu Turun (yang lebih unggul)
Pendapat ini menyatakan bahwa ayat Makkiyah adalah ayat yang turun sebelum Nabi Muhammad hijrah, sedangkan ayat Madaniyah adalah ayat yang turun setelah Nabi hijrah. Bahkan, jika ayat tersebut turun di dalam Ka'bah setelah hijrah, tetap dikategorikan sebagai ayat Madaniyah. Hal ini sebagaimana yang disebutkan oleh Syekh 'Izzuddin 'Abdul 'Aziz bin 'Ali bin 'Abdul 'Aziz Az-Zamzami dalam Mandzumah Az-Zamzami:
مَكِّيُّهُ مَا قَبْلَ هِجْرَةٍ نَزَلْ✽وَالمَدَنِيْ مَا بَعْدَهَا وَإِنْ تَسَلْAyat-ayat Makkiyah itu adalah ayat-ayat yang turun sebelum hijrah, sementara ayat Madaniyah adalah ayat-ayat yang turun setelah hijrah bila kamu bertanya.
Kedua kelompok ayat ini memiliki ciri khas:
Ayat Makkiyah biasanya diawali dengan
Wahai manusia
Ini menunjukkan bahwa mayoritas audiens pada masa 13 tahun di Mekah adalah kaum musyrikin yang belum sepenuhnya masuk dimensi keimanan, meskipun ada sahabat yang imannya telah mencapai puncak seperti Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali.
Ayat Madaniyah selalu diawali dengan
Wahai orang-orang yang beriman
Ini menandakan pengakuan Allah terhadap eksistensi keimanan para sahabat setelah mereka menunjukkan loyalitas dan meninggalkan kampung halaman, perniagaan, harta benda, dan negeri yang dicintai demi menyelamatkan nilai-nilai keimanan mereka.
Ayat At-Taubah 123 yang sedang dibahas adalah salah satu contoh ayat Madaniyah.
Penafsiran Kata قَاتِلُوا (Perangilah)
Ayat ini memerintahkan:
Wahai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir di sekitarmu
Kata
qātilu
atau
memiliki kelenturan makna dan harus disesuaikan dengan konteksnya. Contohnya, ungkapan
Tidak berarti para sahabat "nyaris saling membunuh" demi air wudlu Nabi. Melainkan mereka "berebut sedemikian rupa" untuk mendapatkan keberkahan air wudlu Rasulullah SAW.
Dalam konteks ayat ini,
Bukan berarti menghunus pedang jika non-Muslim tidak masuk Islam, karena hal itu bertolak belakang dengan firman Allah
Tidak ada paksaan dalam agama
Makna
di sini adalah serius dalam berdakwah dan menunjukkan prinsip keimanan kepada orang-orang terdekat atau di sekitar kita.
Seorang mukmin tidak boleh minder atau malu dalam menampakkan prinsip agamanya saat berinteraksi dengan non-Muslim. Kebenaran agama Islam bersifat absolut, bukan relatif seperti nilai-nilai filsafat. Allah berfirman,
Kebenaran itu datang dari Tuhanmu, maka janganlah engkau termasuk orang yang ragu
Dakwah harus dilakukan dengan serius, dimulai dari lingkungan terdekat seperti keluarga (anak mendakwahi bapak), kerabat, dan tetangga, sebelum meluas ke masyarakat umum. Tujuannya adalah membimbing mereka pada cara yang paling benar dan membawa maslahat, sesuai dengan perintah
Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
Sikap Tegas terhadap Kekafiran dan Kemusyrikan
Ayat ini kemudian dilanjutkan,
dan hendaklah mereka merasakan sikap tegas darimu
Sikap tegas ini berarti tidak kompromi dalam masalah akidah. Al-Qur'an dengan gamblang menyebut kekafiran dan kemusyrikan sebagai sesuatu yang menjijikkan. Allah berfirman,
Sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis
Kenajisan ini bukan pada fisik, melainkan pada akidah mereka yang menduakan Allah.
Oleh karena itu, dalam masalah akidah, seorang Muslim harus memiliki keyakinan yang kuat bahwa agamanya adalah yang paling benar. Klaim kebenaran ini diperlukan saat berhadapan dengan nilai-nilai kesyirikan atau kekafiran, bukan dalam masalah-masalah furuiyah (cabang agama) atau ijtihadiyah antar sesama Muslim.
Sikap tegas ini juga berarti membersihkan lingkungan dari potensi kemusyrikan, baik dalam keluarga maupun masyarakat. Orang-orang musyrik berpotensi mengotori hati, pikiran, dan akidah kita, sehingga kita perlu waspada.
Hubungan dengan Takwa dan Kemanusiaan
Bagian terakhir ayat ini menyatakan,
Ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa
Ini mengaitkan sikap tegas dalam berdakwah dan menjaga akidah dengan nilai ketakwaan.
Namun, sikap tegas bukan berarti memusuhi non-Muslim. Islam tidak memerintahkan untuk memusuhi mereka. Dalam masalah kemanusiaan (basyariah), Rasulullah SAW menegaskan pentingnya berbuat baik kepada tetangga, meskipun mereka non-Muslim. Perilaku baik atau buruk kita adalah cerminan keimanan kita. Ahli ibadah yang suka menyakiti orang lain, tetangganya atau non-Muslim yang tidak berperilaku buruk terhadap umat Muslim, maka sesungguhnya dia belum bisa disebut orang yang bertaqwa. Islam merupakan agama yang memahami manusia adalah mahluk sosial. Ada banyak hal yang aturannya dikaitkan dengan nilai-nilai sosial bukan ibadah formal. Tidak ada hadist yang menyatakan barangsiapa yang beriman pada Allah, maka beri'tikaflah di Masjid selama satu minggu, atau yang lainnya. Tetapi Rasulullah tegas, mulyakan tamu mu, mulyakan tetanggamu.
Seorang Muslim diperintahkan untuk memberikan hak-hak non-Muslim sebagai tetangga secara penuh. Bersikap tegas hanya berlaku saat bersentuhan dengan nilai-nilai akidah, untuk memproteksi keimanan. Contohnya, tidak mungkin mengajak non-Muslim untuk salat Jumat atau sama-sama ke gereja. Ibarat pohon, kita tidak bisa melihat akar pohon itu seberapa dalam dan rimbun mengokohkan pohon. Tetapi kita bisa melihat kesuburan dan kekokohan pohon itu dari daun dan buahnya. Seperti itulah keimanan, kedalaman ketaqwaan dan keimanan seseorang ditentukan oleh perilakunya.
Penting untuk tidak mengubah atau merekayasa makna hadis Rasulullah SAW demi melampiaskan keinginan pribadi dalam bersikap terhadap non-Muslim. Pesan Rasulullah sangat jelas: tegas dalam masalah akidah, tetapi baik dalam masalah sosial kepada siapapun, termasuk non-Muslim. Sikap tegas yang ditunjukkan saat berbicara tentang kepercayaan dan akidah merupakan cermin ketakwaan kita kepada Allah, dan ketakwaan ini akan menghadirkan makrifatullah serta kebersamaan dengan Allah SWT.
Penulis:
Achmad Shampton Masduqi